ADSENSE HERE!
Ahmad Fuadi adalah seorang
penulis Novel Negeri 5 Menara. Beliau lahir tanggal 30 Desember 1972 di
Nagari Bayur, Maninjau, Sumatra Barat. Selain menjadi penulis novel,
beliau juga menjalani profesi sebagai praktisi konservasi dan juga
wartawan. Beliau termasuk seorang yang punya motivasi tinggi dan pekerja
keras. Orang tuanya berprofesi sebagai guru, ibunya seorang guru SD,
sedangkan ayahnya adalah guru sekolah madrasah.
Novel Negeri 5 Menara adalah novel karya pertamanya dan merupakan salah
satu buku pertama dari trilogi novelnya. Novel tersebut tergolong masih
baru terbit, namun sudah masuk dalam jajaran best seller pada
tahun 2009 lalu. Cerita fiksinya dinilai bisa memberikan motivasi dan
semangat untuk meraih cita-cita dan prestasi. Selain itu, pada tahun
2010 Ahmad Fuadi pernah meraih Anugrah Pembaca Puisi Indonesia dan
pernah juga masuk pada nominasi Khatulisiwa Literary Award sehingga
ada salah satu penerbit di Negeri Jiran Malaysia, yaitu PTS Litera
tertarik untuk menerbitkan di negaranya dalam versi Bahasa yang berbeda,
yaitu Bahasa melayu.
Pada tanggal 23 Januari 2011 Ahmad Fuadi menerbitkan novel keduanya yang
merupakan trilogi dari Negeri 5 Menara, yaitu Ranah 3 Warna. Kemudian
beliau mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Komunitas Menara.
Yayasan sosial ini digunakan untuk membantu pendidikan kepada masyarakat
yang eknominya rendah dan kurang mampu, khususnya untuk usia pra
sekolah. Sampai sekarang ini, Komunitas Menara sendiri sudah mempunyai
sekolah gratis bagi anak usia dini di kawasan Bintaro, Tangerang
Selatan.
Masa pendidikan SD dan SMP Ahmad Fuadi ia jalani di tanah kelahirannya
yaitu Maninjau, Agam, Sumatra Barat. Dan kemudian pada tahun 1988, Ahmad
Fuadi memulai pendidikan menengahnya di KMI Pondok Modern Darussalam
Gontor, Ponorogo karena permintaan ibunya. Iapun meluluskan
pendidikannya di pondok pesantren tersebut pada tahun 1992. Di sana ia
diberkahi tentang ilmu keikhlasan, ilmu hidup, dan ilmu akhirat oleh
seorang kiai dan ustadnyang ada di sana. Di pondok Gontor, ia banyak
mendapat pesan dan nasehat dari guru-guru atau ustad-ustadnya “man jadda wajada”, yang artinya "barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan menemui kesuksesan", serta ada sebuah kata-kata lagi yang selalu dia ingat bahwa "orang yang paling baik di antaramu adalah orang yang paling banyak manfaat."
Akhirnya pesan-pesan tersebut yang menjadi prinsip yang selalu ia pegang dalam hidupnya. Di pondok pesantren Gontor ternyata menjadi tahap yang sangat penting dari perjalanan akademis dari Ahmad Fuadi. Selain itu, selama menjalani hari-hari di sana, dirinya dibiasakan untuk selalu mendengarkan siaran radio yang berbahasa Arab dan bahasa Inggris. Dari sanalah kemudian ia mempunyai cita-cita untuk bisa pergi ke luar negeri.
Akhirnya pesan-pesan tersebut yang menjadi prinsip yang selalu ia pegang dalam hidupnya. Di pondok pesantren Gontor ternyata menjadi tahap yang sangat penting dari perjalanan akademis dari Ahmad Fuadi. Selain itu, selama menjalani hari-hari di sana, dirinya dibiasakan untuk selalu mendengarkan siaran radio yang berbahasa Arab dan bahasa Inggris. Dari sanalah kemudian ia mempunyai cita-cita untuk bisa pergi ke luar negeri.
Setelah lulus di podok pesantren Gontor, ia kemudian melajutkan kuliah dengan mengambil jurusan Hubungan Internasional (HI) di Universitas Padjajaran, Bandung. Sebelum lulus S1, saat itu ia mengikuti sebuah program ASEAN student gathering yang merupakan program S1 di mana mahasiswa ASEAN menjalani perkuliahan bersama di University of Singapore. Selain itu, Fuadi juga pernah mewakili Indonesia ketika mengikuti program Youth Exchange Program di Quebec, Kanada tahun 1995-1996. Lulus S1 Hubungan International di Universitas Padjajaran, beliau juga bekerja part time sebagai wartawan majalah Tempo, Voice of America (VOA). Karena prestasinya, pada tahun 1998 ia mendapat beasiswa S2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University.
Istri Ahmad Faudi yang bernama Yayi juga adalah seorang wartawan Tempo. Keduanya dulu pernah bermimpi untuk merantau ke Washington University dan akhirnya impian itu menjadi kenyataan. Selain kuliah, mereka menjadi koresponden TEMPO dan wartawan VOA. Mereka pernah melaporkan secara langsung berita bersejarah seperti peristiwa 11September 2001dari Pentagon, White House dan Capitol Hill.
Kemudian pada tahun 2004 keberuntungan memihak kepadanya lagi, di mana ia mendapat beasiswa Chevening untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk sebuah bidang dokumenter. Ia juga pernah menjadi direktur komunikasi di sebuah NGO konservasi The Nature Conservancy sejak tahun 2007 hingga sekarang.
Penghargaan dan beasiswa yang pernah diraih Ahmad Fuadi :
1. SIF-ASEAN Visiting Student Fellowship, National University of Singapore, 1997.
2. Indonesian Cultural Foundation Inc Award, 2000-2001.
3. Columbian College of Arts and Sciences Award, The George Washington University, 2000-2001.
4. The Ford Foundation Award1999-2000.
5. CASE Media Fellowship, University of Maryland, College Park, 2002.
6. Beasiswa Fulbright,ProgramPascasarjana, The George Washington University, 1999-2001.
7. Beasiswa British Chevening, ProgramPascasarjana, University of London,London2004-2005.
8. Longlist Khatulistiwa Literary Award 2010.
9. Penulis dan Fiksi Terfavorit, Anugerah Pembaca Indonesia 2010.
10. Penulis Buku Fiksi Terbaik, Perpustakaan Nasional Indonesia 2011.
11. Liputan6 Award, SCTV untuk Kategori Pendidikan dan Motivasi 2012.
Tips Menulis dari Ahmad Fuadi
Ahmad Fuadi adalah sosok pribadi yang gaya bicaranya tenang dan jauh
dari kesan formal. Selain itu, ia selalu merendah kepada orang lain,
tidak sombong, dan tidak senang merasa ditinggikan.
Kata Ahmad Fuadi, ada beberapa macam alasan untuk menulis. Adakalanya
menulis untuk memberi informasi dan ada pula menulis untuk sekedar
menghibur. Seyogyanya bahwa menulis itu dilakukan untuk menebar
kebaikan. Hal yang penting yang dirinya percaya terkait dengan
tulis-menulis yaitu, pertama bahwa kata-kata itu sesungguhnya
bisa lebih ampuh dari sebuah peluru. Peluru bisa menembus ke satu
kepala, sedangkan kata-kata yang ampuh itu bisa menembus ke banyak
kepala. Selain itu, peluru bisa mematikan, sedangkan kalau kata-kata
ampuh itu bisa dirangkai dengan kalimat yang baik dan bisa lebih menguat
bisa menginspirasi ke banyak orang. Paling tidak, seseorang itu bisa
menulis di sebuah SMS atau sosial media yang bisa menghadirkan tawa
kecil orang lain atau inspirasi. Ahamd Fuadi yakin bahwa dengan menulis,
kita bisa melintasi gografis, agama dan bahkan batas sosial. Karena
dengan menulis, kita bisa mengeluarkan gagasan dan menjangkau ke
berbagai kalangan.
Hal yang menarik dari novel Negeri 5 Menara ini, yang secara umumnya memiliki tema keislaman, ternyata bisa menjadikan seorang Ahmad Fuadi diterima dan didengarkan gagasannya oleh orang-orang nasrani. Karena di cerita islami tersebut nilai keagamaannya yang baik sehingga bisa menyentuh sampai ke hati tanpa membuat orang lain resah akan kepercayaan yang dianutnya, dan nilai kebaikan agama itu tidak mengancam agama lain.
Dalam pandangan tentang tulis menulis, Ahmad Fuadi percaya bahwa tulisan yang baik semestinya menggerakkan dan menghadirkan inspirasi. Beliau memaparkan bahwa tulisan yang baik itu tidak hanya menghadirkan kekaguman, tetapi memiliki kekuatan untuk membuat pembacanya seolah-olah ikut bergerak melakukan sesuatu. Dan setelah membaca sebuah tulisan yang bagus, pembaca bisa merasa bersalah jika tidak melakukan sesuatu itu. Maka dari situlah sesungguhnya muara dari tujuan menulis itu.
Ahmad Fuadi juga mengatakan bahwa menulis itu bisa membuat awet muda seseorang. Untuk nasehat yang satu ini dirinya dapatkan dari nasihat salah satu Ustadz di Gontor. Ustad beliau mengatakan bahwa dengan menulis, maka penulisnya akan tetap hidup lewat gagasan-gagasan yang dibacanya. Selain itu, penulis itu tidak akan pernah mati karena tulisannya akan terus dibaca hingga lintas zaman.
Tips menulis: WHY, WHAT, HOW, WHEN
WHY: Mengapa kita harus menulis?
Ada satu ajaran penting yang selalu ia ingat bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain. Hidupnya dihantui dengan sebuah pertanyaan “ Apa yang saya (Ahmad Faudi) bisa saya lakukan agar bermanfaat untuk orang lain?"
Nah, jawaban yang paling mendasar bagi Ahmad Faudi yaitu dengan menulis
buku atau novel. Sehingga jawaban dari sebuah pertanyaan Mengapa kita harus menulis?
Maka jawabannya yaitu bahwa semakin besar motivasi yang tumbuh dan
semakin besar harapan kita untuk berhasil dan menghasilkan sebuah karya
yang bisa bermanfaat untuk orang lain.
WHAT: Apa yang akan kita tulis?
Sebaiknya menulis yang terbaik itu adalah apa yang menjadi gairah,
dipedulikan, dan apa yang disenangi. Menulis dengan apa yang paling kita
pedulikan, kita tidak akan merasa cepat bosan menulisnya. Kita bisa
bertanya dengan teman-teman atau orang lain hal-hal apa yang mereka
bicarakan tidak pernah bosan ketika didengarkan. Begitu juga dengan
menulis hal-hal apa saja yang kiranya menarik untuk dibahas dan tidak
membuat jenuh.
HOW: Bagaimana kita menuliskannya?
Untuk menulis agar bisa menghadirkan kesan yang berbeda perlu dilakukan
dengan belajar dan sungguh-sungguh. Menurutnya bahwa menulis itu bisa
dilakukan siapa saja, asal dia mau belajar dan mengikuti langkah-langkah
pembelajaran yang tepat.
WHEN: Kapan sebaiknya menulis?
Saat terbaik untuk memulai menulis yaitu Sekarang. Menurut Fuadi, waktu
menulis yang paling efekti yaitu subuh ketika bangun tidur, dan sore
atau malam sepulang kerja. Gunakan setiap harinya untuk menulis,
misalkan sore setengah jam, malam setengah jam, dan subuh setengah jam.
Lakukan itu dengan konsisten, maka lama kelamaan dari selembar menjadi
sebuah, beberapa halaman, dan akhirnya menjadi sebuah buku.
*
NB: Biografi disusun dari berbagai sumber. Biografi akan terus
diperbaharui jika dikemudian hari
menemukan informasi baru. Jika ada kesalahan informasi ataupun penulisan
silahkan tinggalkan komentar anda.
Terimakasih. Semoga bermanfaat.
ADSENSE HERE!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar