ADSENSE HERE!
Nama Andrea Hirata sebenarnya bukanlah nama
pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq
Badruddin. Merasa tak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya
dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil,
ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia
remaja.
Sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung
dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang sebelumnya. Sejak remaja
itulah, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama Andrea Hirata. Andrea
tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan segala keterbatasan,
Andrea tetap menjadi anak periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat
menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga kerap memiliki impian dan
mimpi-mimpi di masa depannya.
Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar
Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya
sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah
tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya,
ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang
hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di bangunan yang tak nyaman, Andrea
tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu pulalah,
ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar
Pelangi.
Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan
seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah.
Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar siswa yang
hanya berjumlah tak lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti besar bagi
kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea, diakuinya tak lain karena
motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau Belitong ada
sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah. Namun, Andrea tak berhak untuk
bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih menyandang
pegawai rendahan. “Novel yang saya tulis merupakan memoar tentang masa kecil
saya, yang membentuk saya hingga menjadi seperti sekarang,” tutur Andrea yang
memberikan royalti novelnya kepada perpustakaan sebuah sekolah miskin ini.
Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai
seorang yang sangat menginspirasi hidupnya.
Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang
membuatnya mampu menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu.
Tak heran, ia sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator
dalam hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu
Muslimah. Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis
yang menggambarkan perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. “Kalau saya
besar nanti, saya akan menulis tentang Bu Muslimah,” ungkap penggemar penyanyi
Anggun ini. Sejak saat itu, Andrea tak pernah berhenti mencoret-coret kertas
untuk belajar menulis cerita.
Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung
halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas
lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang
penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah
ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang
nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di
pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus
agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan
dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di
kota hujan tersebut.
Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh
pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha
kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu
cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah
menamatkan dan memperoleh gelar sarjana, Andrea juga
mampu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 Economic Theory di
Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University,
Inggris.
Berkat otaknya yang cemerlang, Andrea lulus dengan
status cum laude dan mampu meraih gelar Master Uni Eropa. Sekembalinya ke tanah
air, Andrea bekerja di PT Telkom dan Mulailah ia bekerja sebagai seorang
karyawan Telkom. Kini, Andrea masih aktif sebagai seorang instruktur di
perusahaan telekomunikasi tersebut. Selama bekerja, niatnya menjadi seorang
penulis masih terpendam dalam hatinya. Niat untuk menulis semakin menggelora
setelah ia menjadi seorang relawan di Aceh untuk para korban tsunami. “Waktu
itu saya melihat kehancuran akibat tsunami, termasuk kehancuran sekolah-sekolah
di Aceh,” kenang pria yang tak memiliki latarbelakang sastra ini.
Kondisi sekolah-sekolah yang telah hancur lebur
lantas mengingatkannya terhadap masa lalu SD Muhamadiyah yang juga hampir rubuh
meski bukan karena bencana alam. Ingatan terhadap sosok Bu Muslimah pun kembali
membayangi pikirannya. Sekembalinya dari Aceh, Andrea pun memantapkan diri
untuk menulis tentang pengalaman masa lalunya di SD Muhamadiyah dan sosok Bu
Muslimah. “Saya mengerjakannya hanya selama tiga minggu,” aku pria yang
berulang tahun pada 24 Oktober ini.
Naskah setebal 700 halaman itu lantas digandakan
menjadi 11 buah. Satu kopi naskah tersebut dikirimkan kepada Bu Muslimah yang
kala itu tengah sakit. Sedangkan sisanya dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya
dalam Laskar Pelangi. Tak sengaja, naskah yang berada dalam laptop Andrea
dibaca oleh salah satu rekannya yang kemudian mengirimkan ke penerbit.
Bak gayung bersambut, penerbit pun tertarik untuk
menerbitkan dan menjualnya ke pasar. Tepatnya pada Desember 2005, buku Laskar
Pelangi diluncurkan ke pasar secara resmi. Dalam waktu singkat, Laskar Pelangi
menjadi bahan pembicaraan para penggemar karya sastra khususnya novel. Dalam
waktu seminggu, novel perdana Andrea tersebut sudah mampu dicetak ulang. Bahkan
dalam kurun waktu setahun setelah peluncuran, Laskar Pelangi mampu terjual
sebanyak 200 ribu sehingga termasuk dalam best seller. Hingga saat ini, Laskar
Pelangi mampu terjual lebih dari satu juta eksemplar.
Penjualan Laskar Pelangi semakin merangkak naik
setelah Andrea muncul dalam salah satu acara televisi. Bahkan penjualannya
mencapai 20 ribu dalam sehari. Sungguh merupakan suatu prestasi tersendiri bagi
Andrea, terlebih lagi ia masih tergolong baru sebagai seorang penulis novel.
Padahal Andrea sendiri mengaku sangatlah jarang membaca novel sebelum menulis
Laskar Pelangi. Sukses dengan Laskar Pelangi, Andrea kemudian kembali
meluncurkan buku kedua, Sang Pemimpi yang terbit pada Juli 2006 dan dilanjutkan
dengan buku ketiganya, Edensor pada Agustus 2007. Selain meraih kesuksesan
dalam tingkat penjualan, Andrea juga meraih penghargaan sastra Khatulistiwa
Literary Award (KLA) pada tahun 2007.
Kini, Andrea sangat disibukkan dengan kegiatannya
menulis dan menjadi pembicara dalam berbagai acara yang menyangkut dunia
sastra. Penghasilannya pun sudah termasuk paling tinggi sebagai seorang
penulis. Namun demikian, beberapa pihak sempat meragukan isi dari novel Laskar
Pelangi yang dianggap terlalu berlebihan. “Ini kan novel, jadi wajar seandainya
ada cerita yang sedikit digubah,” ungkap Andrea yang memiliki impian tinggal di
Kye Gompa, desa tertinggi di dunia yang terletak di pegunungan Himalaya.
Kesuksesannya sebagai seorang penulis tentunya membuat Andrea bangga dan bahagia
atas hasil kerja kerasnya selama ini.
Meski disibukkan dengan kegiatannya yang cukup
menyita waktu, Andrea masih tetap mampu meluangkan waktu untuk mudik di saat
Lebaran lalu. Bahkan bagi Andrea, mudik ke Belitong di saat Lebaran adalah
wajib hukumnya. “Orang tua saya sudah sepuh, jadi setiap Lebaran saya harus
pulang,” ujar Andrea dengan tegas. Di Belitong, Andrea melakukan rutinitas
bersilaturahmi dengan orang tua dan kerabat lainnya sembari memakan kue rimpak,
kue khas Melayu yang selalu hadir pada saat Lebaran. Kendati perjalanan ke
Belitong tidaklah mudah, karena pilihan transportasi yang terbatas, Andrea
tetap saja harus mudik setiap Lebaran tiba. Terlebih lagi, bila ia tak kebagian
tiket pesawat ke Bandara Tanjung Pandan, Pulau Belitong, maka mau tak mau
Andrea harus menempuh 18 jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut.
Perasaan bangga dan bahagia semakin dirasakan Andrea
tatkala Laskar Pelangi diangkat menjadi film layar lebar oleh Mira Lesmana dan
Riri Riza. “Saya percaya dengan kemampuan mereka,” ujarnya tegas. Apalagi, film
Laskar Pelangi juga sempat ditonton oleh orang nomor satu di negeri ini, Susilo
Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu.
“Kini Laskar Pelangi memiliki artikulasi yang lebih
luas daripada sebuah buku. Nilai-nilai dalam Laskar Pelangi menjadi lebih
luas,” tutur Andrea
Menjadi seorang penulis novel terkenal mungkin tak
pernah ada dalam pikiran Andrea Hirata sejak masih kanak-kanak. Berjuang untuk
meraih pendidikan tinggi saja, dirasa sulit kala itu. Namun, seiring dengan
perjuangan dan kerja keras tanpa henti, Andrea mampu meraih sukses sebagai
penulis memoar kisah masa kecilnya yang penuh dengan keperihatinan.
*
Biografi disusun dari berbagai sumber.
Biografi akan terus diperbaharui jika dikemudian hari menemukan
informasi baru. Jika ada kesalahan informasi ataupun penulisan silahkan
tinggalkan komentar anda.
Terimakasih. Semoga bermanfaat.
ADSENSE HERE!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar